Rabu, 11 Mei 2016

Peran Para Pihak dalam Perencanaan dan Evaluasi Program Penyuluhan



Peran Para Pihak dalam Perencanaan dan Evaluasi Program Penyuluhan

Pihak dalam  Perencanaan Program Penyuluhan
            Menurut Adjid (2001) dalam era industrialisasi dan globalisasi, pembangunan pertanian ditempuh dengan cara pandang agribisnsi. Cara pandang agribisnis berarti 1) pertanian dilihat sebagai suatu kebutuhan dari mata rantai sub-sub sistem agribisnis, yaitu sub sistem pengadaan sarana produksi, sub sistem produksi, sub sistem pengolahan (agroindustri) dan sub sistem pemasaran, 2) orientasi pengembangan masing-masing sub sistem tersebut adalah rasional ekonomis atau sebagai suatu usaha yang menguntungkan semua pihak yang terlibat. Cara pandang seperti ini, kegiatan penyuluhan pertanian tidak hanya terbatas pada upaya penyebarluasan teknologi usahatani, melainkan lebih luas dari itu sesuai dengan pengertian agribisnis tersebut diatas.
            Pada satu sisi, kegiatan penyuluhan pertanian menjadi cukup luas sejalan dengan pengertian agribisnis diatas. Pada sisi lain, jumlah penyuluhan yang relatif terbatas terutama diluar jawa, maka kegiatan penyuluhan pertanian dimasa yang akan datang tidak mungkin dimonopoli oleh Departemen Pertanian. Menurut Margono Slamet (1989) dalam era seperti ini,  kegiatan penyuluhan pertanian dapat dilakukan oleh pihak swasta, lembaga-lembaga ekonomi lainnya (koprasi, asosiasi, petani), lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun Perguruan Tinggi (PT). Sekalipun demikian, diantara mereka diperlukan jaringan kerjasama antara lembaga penyuluhan pertanian dengan berbagai pihak lain. Berbagai pihak yang dimaksud adalah antara lain Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), koperasi, Asosiasi Petani maupun lembaga ilmiah seperti Perguruan Tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan. Uraian berikut mengemukakan jaringan kerjasama penyuluhan pertanian dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, Koperasi, Asosiasi Petani dan Lembaga Ilmiah.
·      Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
            Menurut Bambang Ismawan dan Kartjoro (1985) misi pokok LSM adalah berpartisipasi dalam usaha mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan secara langsung dan nyata. Tujuan pertamanya adalah meningkatkan taraf hidup warga desa yang berpenghasilan rendah dengan memberi bimbingan dan bantuan pada usaha-usaha pengembangan sosial ekonomi agar mereka berswadaya dan mandiri. Dalam menjalankan misi dan fungsinya ini, LSM berperan sebagai motivator, katalisator, dinamisator, dan fasilitator.
            Program kerja LSM terutama yang bergerak dipedesaan meliputi beraneka ragam kegiatan yang relevan dengan pembangunan pedesaan antara lain, a) pertanian, b) peternakan, c) kerajinan, d) industri kecil pertanian/ peternakan, e) sosial, f) latihan keterampilan, g) teknologi menengah, h) koperasi, i) penyuluhan pertanian. LSM pada umumnya memaknai peran positif dalam meningkatkan kapasitas, solidaritas dan sentralisasi masyarakat pedesaan.
          Kegiatan LSM pada prinsipnya bersifat, 1) komplementer dengan program pembangunan pemerintah, 2) subsidiair yaitu bila ada kekurangan dalam program formal, LSM dapat memberikan bantuan, 3) komunikatif, dalam arti LSM menjalankan peranannya sebagai perantara/ penghubung antara rakyat/ petani dan pihak resmi pemerintah. Dengan demikian kegiatan LSM tidak bersifat menyaingi lembaga dan program pemerinta, shingga benturan antara program yang dilakukan pemerintah dan LSM dapat dihindari. Untuk itu jaringan kerajasama antara LSM dan lembaga penyuluhan pemerintah menjadi amat penting.
·      Koperasi
Koperasi pertanian dapat mewadahi para petani untuk memenuhi kebutuhannya terutama untuk kepentingan usahatani. Koperasi pertanian dapat juga memenihi kebutuhan para petani untuk mendapatkan informasi pertanian yang penting demi kelangsungan usahataninya.
Sebagai organisasi ekonomi, koperasi unit desa (KUD) dibina dan dikembangkan agar mampu melayani kebutuhan anggotanya dan menjadi organisasi pedesaan yang mandiri. Peran KUD dalam penyuluhan pertanian dapat dilihat dari program BIMAS. Menurut keputusan Presiden RI Nomor 62 tahun 1983 BIMAS adalah Bimbingan Massal yang merupakan perangkat terpadu dari kegiatan penyuluhan pertanian disertai dengan penyediaan sarana produksi dan kredit untuk menigkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi tanaman padi, palawija, hortikultura, peternakan perikanan dan perkebunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani, peternak, nelayan dan keluarganya.
Kegiatan KUD dalam menigkatkan produktivitas pertanian erat berkaitan dengan kegiatan penyuluhan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari hubungan kerjasama antara KUD dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Penyaluran kredit dan sarana produksi oleh KUD kepada petani merupakan rangkaian kegiatan lanjutan dari kegiatan penyuluhan pertanian. PPL menganjurkan penggunaan teknologi baru kepada para petani. Seiring dengan itu KUD menyediakan dan menyalurkan sarana untuk produksi.
·      Lembaga Penelitian
Hubungan kerjasama yang erat dan berkesinambungan antara penelitian dan penyuluhan pertanian harus dianggap sebagai kepentingan yang mendasar bagi pembangunan pertanian. Kegagalan menciptakan hubungan tersebut dapat dianggap kegagalan untuk menyebar luaskan hasil penelitian. Pentingnya hubungan tersebut bagi penelitian, penyuluhan pertanian, dan petani diuraikan sebagai berikut.
ü  Pentingnya hubungan bagi penelitian, berkat terjalinnya hubungan dengan penyuluhan pertanian, lembaga penelitian dapat dipastikan akan meneliti permasalahan yang langsung bermanfaat bagi petani. Hal ini dpat memperlancar dukungan dana yang memadai dan berkesinambungan dari pemerintah.
ü  Pentingnya hubungan bagi penyuluhan pertanian, penyuluh pertanian perlu menjalin hubungan erat dan berkesinambungan dengan balai-balai penelitian agar para penyuluh pertanian mengikuti rekomendasi yang mutakhir dari penelitian. Hubungan seperti itu juga menjamin agar rekomendasi cukup teruji secara teknis, ekonomi maupun sosial.
ü  Pentingnya hubungan bagi petani, petani adalah pihak yang paling banyak mendapat manfaat dari adanya hubungan erat dan berkesinambungan antara penelitian dan penyuluhan. Sebaliknya, petani adalah bagian penduduk yang paling dirugikan bila hubungan tersebut tidak memadai.
Berdasarkan hasilnya, lembaga penelitian sebagai sumber inovasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lembaga penelitian dasar dan lembaga penelitian terapan. Hasil penelitian lembaga penelitian dasar baik tingkat nasional maupun internasional dapat secara langsung dimanfaatkan oleh lembaga penelitian terapan. Sedangkan hasil penelitian lembaga penelitian terapan dapat secara langsung dimanfaatkan secara langsung oleh penyuluh pertanian secara diversifikasi.
            Selain kedua lembaga sumber inovasi diatas, maka Universitas/ Institut mempunyai kedudukan sebagai lembaga penelitian baik dasar, maupun terapan. Dalam kegiatannya Universitas/ Institut dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian dasar dan terapan, baik tingkat nasional maupun tingkat internasional.
·           Instansi/ Lembaga Pemerintah Terkait
Untuk menigkatkan pendapatan dan kesejahteraannya para petani memerlukan berbagai sarana dan pelayanan yang tersedia pada berbagai instansi/ lembaga pemerintah terkait. Penyuluh pertanian dapat mengumpulkan berbagai informasi mengenai sarana dan pelayanan yang tersedia pada instansi/ lembaga tadi, kemudian mengolah dan menyampaikannya kepada para petani. Untuk medapatkan kredit dari lembaga perbankan umpamanya, penyuluh pertanian dapat menyampaikan informasi apa tugas dan fungsi perbankan, pola pengkreditan yang tersedia serta persyaratannya.
Contoh lainnya adalah kerjasama penyuluh pertanian dengan pelayanan kesehatan. Masalah keseatan sering diakibatkan oleh buruknya gizi, buruknya lingkungan dan kebiasaan yang tidak sehat. Penyuluh pertanian dan instansi kesehatan dapat bekerjasama untuk meningkatkan produksi dan konsumsi makanan yang diperlukan untuk memenuhi diet yang berimbang, lingkungan dan kebiasaan yang sehat
Menurut Van Den Ban dan Hawkins (1999) peranan petani dapat di mainkan oleh agen penyuluhan dan petani atau para wakilnya dalam merencanakan program penyuluhan, disatu pihak tergantung pada pengetahuan dan kecakapan kedua kelompok tersebut. Di lain pihak, tergantung pada hak-hak yang dimiliki masing-masing kelompok untuk mengambil keputusan. Salah satu pertimbangan mengenai hak ini adalah dampaknya pada motivasi penyuluh dan petani untuk mencapai tujuan program.
Organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) semakin besar peranannya dalam pembanguanan desa, dan pendidikan penyuluhan merupakan salah satu alat kebijakannya. Organisasi tersebut sering menggunakan pendekatan partisipatif dalam program penyuluhannya dan menawarkan kesempatan kepada petani untuk berpartisipasi dalam merencanakan program penyuluhan organisasinya. Meskipun demikian, diskusi mengenai peranan organisasi ini dalam literatur masih agak membigungkan karena terdapat banyak ragam organisasi swasta.
Menurut Hafsah (2009) sumber penyuluhan pertanian yaitu :
ü  Pemerintah
ü  Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
ü  Koperasi
ü  Lembaga Penelitian
ü  Perguruan Tinggi
ü  Petani
ü  Perusahaan

Pihak dalam Evaluasi Program Penyuluhan
Berdasarkan pelukunya, evaluasi dibedakan menjadi evaluasi internal dan evaluasi eksternal. Evaluasi internal dilakukan oleh mereka yang langsung terlibat dalam perencanaan, penilaian, persetujuan, pelaksanaan, pengawasan atau pengolahan sehari-hari proyek atau program. Evaluasi eksternal bisa menggunakan sumber-sumber dari luar organisasi pelaksana proyek atau program.
Evaluasi internal biasa juga disebut evaluasi penampilan proyek sedang berjalan (Evaluation of ongoin project evaluation performance) dengan hasilnya yang disebut project performance evaluation report disingkat PPER. Laporan ini memuat, a) kemajuan proyek berupa output yang dihasilkan dan tujuan yang diraih, b) analisis masalah yang dihadapi, c) rencana pembiayaan, output yang akan dihasilkan dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama dua belas bulan mendatang, dan d) saran-saran khusus mengenai upaya yang diperlukan untuk menjamin tercapainya tujuan proyek. Untuk proyek perbantuan misalnya misalnya UNDP, PPER merupakan materi pembahasan rapat tiga pihak (tripartile review meeting) antara pihak pemerintah (Bappenas), instansi penanggung jawab proyek dan UNDP (Adjid 2001).


DAFTAR PUSTAKA

Adjid. 2001. Penyuluhan Pertanian. Jakarta (ID): Yayasan Pengembangan Sinar Tani.
Hafsah, MJ. 2009. Penyuluhan Pertanian Di Era Otonomi Daerah. Jakarta (ID): PT. Pustaka Sinar Harapan.
Van Den Ban, Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta (ID): PT Kanisius.

Teori Perubahan Berencana, Faktor Pendorong dan Penghambat

Teori Perubahan Berencana, Faktor Pendorong dan Penghambat

Teori Perubahan Berencana
            Kegiatan perubahan merupakan peranan dari agen pembaharu yang bertugas memberikan informasi, dengan informasi yang dimengerti oleh klain akan mengarahkan klien kepada pandangan atau prilaku baru dengan demikian akan membimbingnya untuk mengadopsi nilai-nilai baru. Menurut Schramm & Roberts (1971) peran komunikator dalam perkembangan sosial, budaya dan ekonomi ialah: 1) memberikan informasi bahwa perlunya suatu perubahan, perubahan yang akan terjadi setelah terealisasinya, alternatif dari perubahan yang ada, cara untuk melakukan perubahan serta keuntungan setelah melakukan perubahan, 2) membantu mempercepat terjadinya pengambilan keputusan untuk suatu perubahan, dan 3) berperan dalam proses pengajaran sehingga  terjadi suatu perubahan.
            Perubahan terencana, berbeda dengan perubahan yang kebetulan atau yang terjadi begitu saja, perubahan terencana itu adalah perubahan yang merupakan hasil dari pemikiran yang baik dan sengaja untuk membuat sesuatu terjadi. Perubahan terencana adalah aplikasi pengetahuan dan keterampilan oleh seorang pemimpin untuk membawa perubahan. Jenis perencanaan ini memerlukan keterampilan kepemimpinan dalam pemecahan masalah, pengambilan keputusan, hubungan  interpersonal, dan kemampuan komunikasi.
            Perubahan terencana terjadi karena upaya oleh agen perubahan dengan sengaja untuk menggerakkan sistem. Perubahan diimplementasikan perlahan setelah berkonsultasi dengan orang lain. Di beberapa organisasi besar saat ini, tim multidisiplin individu, bertanggung jawab untuk mengelola proses perubahan. Tim ini mengelola komunikasi antara pemimpin dan mereka yang diharapkan untuk melaksanakan strategi baru (Johnson, 1998). Selain itu, tim ini mengelola konteks perubahan dan hubungan emosional didalam organisasi.
            Kebanyakan penelitian mengenai perubahan saat ini berdasarkan teori-teori perubahan klasik yang dikembangkan oleh Kurt Lewin pada pertengahan 1990-an. Lewin (1951) mengidentifikasi tiga tahap yang dilalui agen perubahan sebelum rencana perubahan menjadi bagian dari sistem. Tahap ini meliputi unfreezing, movement, dan refreezing.
            Pada tahap unfreezing (pencairan), agen perubahan mencairkan kekuatan yang mempertahankan status. Unfreezing diperlukan karena sebelum perubahan apapun dapat terjadi, orang harus percaya bahwa perubahan itu diperlukan. Unfreezing terjadi ketika agen perubahan memaksa anggota kelompok untuk berubah atau ketika timbul rasa bersalah, kecemasan, atau perhatian. Untuk perubahan yang efektif, agen perubahan harus telah membuat penilaian menyeluruh dan akurat mengenai tingkat dan minat dalam perubahan, sifat dan kedalaman motivasi, dan lingkungan di mana perubahan akan terjadi. Perubahan harus dilaksanakan hanya untuk alasan yang baik. Karena manusia memiliki sedikit kontrol atas banyak perubahan dalam hidup mereka, agen harus ingat bahwa orang perlu keseimbangan antara stabilitas dan perubahan di tempat kerja.
            Tahap kedua dari perubahan terencana adalah movement (gerakan). Dalam gerakan, agen perubahan mengidentifikasi, merencanakan, dan mengimplementasikan strategi yang tepat, memastikan bahwa kekuatan pendorong melebihi kekuatan penahan. Bila mungkin, perubahan harus dilaksanakan secara bertahap. Karena perubahan adalah suatu proses yang kompleks, memerlukan banyak perencanaan dan waktu yang rumit. Menyadari, menangani, dan mengatasi hambatan. Oleh karena itu, setiap perubahan harus memberikan waktu cukup bagi mereka yang terlibat untuk sepenuhnya berasimilasi dalam perubahan itu.
            Fase terakhir adalah refreezing. Selama fase refreezing, agen perubahan membantu dalam menstabilkan perubahan sistem sehingga terintegrasi ke dalam status quo. Jika refreezing tidak lengkap, perubahan tidak akan efektif dan perilaku sebelum perubahan akan dilanjutkan. Agar refreezing terjadi, agen perubahan harus mendukung dan memperkuat upaya adaptif individu dari mereka yang terkena dampak perubahan. Karena perubahan membutuhkan setidaknya 3 sampai 6 bulan sebelum itu akan diterima sebagai bagian dari sistem, perubahan tidak harus dicoba kecuali agen perubahan berkomitmen sampai perubahan selesai. Refreezing tidak menghilangkan kemungkinan perbaikan lebih lanjut dengan perubahan.
            Menurut Rhenald Kasali (2007) perubahan menuntut adanya lima perubahan sekaligus, sebagai berikut:
1.      Visi tentang arah masa depan (vision)
2.      Sketerampilan skills untuk mampu melakukan tuntutan-tuntutan baru, keterampilan ini harus terus terus dipelihara ditumbuhkan dan dikembangkan
3.      Insentif yang memadai, baik langsung maupun tidak langsung, cash maupun tidak cash, individual (berdasarkan kinerja perorangan) maupun kelompok (berdasarkan kinerja kelompok atau unit kerja)
4.      Sumberdaya (resorces) yang memudahkan ruang gerak dan pertumbuhan
5.      Rencana tindak (action plan) rencana tindak adalah bahan sencana melainkan sebuah rangkaian tindakan yang diintegrasikan dalam langkah-langkah yang spesifik dan terencana, tertulis dan dimengerti oleh semua pelaku yang terlibat.

Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan
            Kekuatan yang mendorong sistem mendekati perubahan adalah kekuatan pendorong, sedangkan kekuatan yang menarik sistem menjauhi perubahan disebut kekuatan penghambat. Didalam model Lewin menyatakan bahwa agar perubahan dapat terjadi, keseimbangan kekuatan pendukung dan kekuatan penghambat harus diubah dengan meningkatkan kekuatan pendukung dan menurunkan kekuatan penghambat.
            Yang termasuk kekuatan pendorong yaitu, keinginan untuk menyenangkan atasan, menghilangkan masalah yang mempengaruhi produktivitas, dan untuk mendapatkan kenaikan gaji atau menerima pengakuan. Yang termasuk kekuatan penghambat yaitu penyesuaian dengan norma-norma, keengganan untuk mengambil resiko, dan ketakutan tanpa sebab.
            Jadi, menciptakan ketidakseimbangan didalam sistem dengan meningkatkan kekuatan pendorong dan menurunkan kekuatan penghambat adalah salah satu tugas dari agen perubahan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan dari perubahan terencana. Banyak ide bagus tidak pernah terwujud karena waktu yang buruk atau kurangnya kemampuan dari agen perubahan. Sebagai contoh, antara organisasi dan individu cenderung menolak pihak luar sebagai agen perubahan karena mereka dianggap memiliki pengetahuan atau keahlian yang kurang dan motif mereka sering tidak dipercaya.
            Kekuatan yang mempengaruhi perubahan, yaitu:
1.      Kekuatan pendorong (motivational forces) yang bersumber dari:
a.        dari ketidak puasan terhadap situasi yang ada
b.       adanya pengetahuan Dekrepansi/gap
c.        adanya tekanan dari luar (kompetisi,keinginan untuk adaptif)
2.   Kekuatan bertahan (resistant  forces) bagi masyarakat yang:
a.    menentang segala macam bentuk perubahan
b.    menentang tipe perubahan tertentu saja
c.    sudah puas dengan keadaan yang ada
d.   beranggapan bahwa sumber perubahan tersebut tidak tepat
e.    keanggotaan/ tidak tersedianya sumberdaya yang diperlukan untuk perubahan.
3.      Kekuatan pengganggu (interfering forces) yang bersumber:
a.       dari kekuatan dalam masyarakat yang bersaing untuk dapat dukungan
b.      kekompleksan perubahan, berakibat lambatnya acceptance
c.       keanggotaan sumberdaya yang diperlukan (pengetahuan, tenaga ahli, dst) (Cicilia 2011).
 
DAFTAR PUSTAKA

Cicilia. 2011. Perubahan Terencana. diunduh (26 februari 2016). http://bangeud.blogspot.co.id/2011/09/perubahan-terencana.html
Kasali Rhenald. 2007. RE-Code Your Chang DNA. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lewin K. 1951. Field Theory in Social Science. New York Harper USA: Selected Theoretical Papers.
Robbins, Stephern P. 2001. Organization Behavior, Concepts, Controversies, and Application. Jakarta: Seventh Edition, Englewood Cliffs dan PT. Prenhallindo.