Senin, 23 Mei 2016
Rabu, 11 Mei 2016
Peran Para Pihak dalam Perencanaan dan Evaluasi Program Penyuluhan
Peran Para Pihak dalam
Perencanaan dan Evaluasi Program Penyuluhan
Pihak dalam
Perencanaan Program Penyuluhan
Menurut Adjid (2001) dalam era
industrialisasi dan globalisasi, pembangunan pertanian ditempuh dengan cara
pandang agribisnsi. Cara pandang agribisnis berarti 1) pertanian dilihat
sebagai suatu kebutuhan dari mata rantai sub-sub sistem agribisnis, yaitu sub
sistem pengadaan sarana produksi, sub sistem produksi, sub sistem pengolahan
(agroindustri) dan sub sistem pemasaran, 2) orientasi pengembangan
masing-masing sub sistem tersebut adalah rasional ekonomis atau sebagai suatu
usaha yang menguntungkan semua pihak yang terlibat. Cara pandang seperti ini,
kegiatan penyuluhan pertanian tidak hanya terbatas pada upaya penyebarluasan
teknologi usahatani, melainkan lebih luas dari itu sesuai dengan pengertian
agribisnis tersebut diatas.
Pada satu sisi, kegiatan penyuluhan
pertanian menjadi cukup luas sejalan dengan pengertian agribisnis diatas. Pada
sisi lain, jumlah penyuluhan yang relatif terbatas terutama diluar jawa, maka
kegiatan penyuluhan pertanian dimasa yang akan datang tidak mungkin dimonopoli
oleh Departemen Pertanian. Menurut Margono Slamet (1989) dalam era seperti
ini, kegiatan penyuluhan pertanian dapat
dilakukan oleh pihak swasta, lembaga-lembaga ekonomi lainnya (koprasi,
asosiasi, petani), lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun Perguruan Tinggi
(PT). Sekalipun demikian, diantara mereka diperlukan jaringan kerjasama antara
lembaga penyuluhan pertanian dengan berbagai pihak lain. Berbagai pihak yang
dimaksud adalah antara lain Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), koperasi,
Asosiasi Petani maupun lembaga ilmiah seperti Perguruan Tinggi, lembaga
penelitian dan pengembangan. Uraian berikut mengemukakan jaringan kerjasama
penyuluhan pertanian dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, Koperasi, Asosiasi
Petani dan Lembaga Ilmiah.
·
Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM)
Menurut Bambang Ismawan dan Kartjoro
(1985) misi pokok LSM adalah berpartisipasi dalam usaha mengatasi kemiskinan
dan keterbelakangan secara langsung dan nyata. Tujuan pertamanya adalah
meningkatkan taraf hidup warga desa yang berpenghasilan rendah dengan memberi
bimbingan dan bantuan pada usaha-usaha pengembangan sosial ekonomi agar mereka
berswadaya dan mandiri. Dalam menjalankan misi dan fungsinya ini, LSM berperan
sebagai motivator, katalisator, dinamisator, dan fasilitator.
Program kerja LSM terutama yang
bergerak dipedesaan meliputi beraneka ragam kegiatan yang relevan dengan
pembangunan pedesaan antara lain, a) pertanian, b) peternakan, c) kerajinan, d)
industri kecil pertanian/ peternakan, e) sosial, f) latihan keterampilan, g) teknologi
menengah, h) koperasi, i) penyuluhan pertanian. LSM pada umumnya memaknai peran
positif dalam meningkatkan kapasitas, solidaritas dan sentralisasi masyarakat
pedesaan.
Kegiatan LSM pada prinsipnya
bersifat, 1) komplementer dengan program pembangunan pemerintah, 2) subsidiair
yaitu bila ada kekurangan dalam program formal, LSM dapat memberikan bantuan,
3) komunikatif, dalam arti LSM menjalankan peranannya sebagai perantara/
penghubung antara rakyat/ petani dan pihak resmi pemerintah. Dengan demikian
kegiatan LSM tidak bersifat menyaingi lembaga dan program pemerinta, shingga
benturan antara program yang dilakukan pemerintah dan LSM dapat dihindari.
Untuk itu jaringan kerajasama antara LSM dan lembaga penyuluhan pemerintah
menjadi amat penting.
·
Koperasi
Koperasi pertanian dapat mewadahi para petani untuk
memenuhi kebutuhannya terutama untuk kepentingan usahatani. Koperasi pertanian
dapat juga memenihi kebutuhan para petani untuk mendapatkan informasi pertanian
yang penting demi kelangsungan usahataninya.
Sebagai organisasi ekonomi, koperasi unit desa (KUD) dibina
dan dikembangkan agar mampu melayani kebutuhan anggotanya dan menjadi
organisasi pedesaan yang mandiri. Peran KUD dalam penyuluhan pertanian dapat
dilihat dari program BIMAS. Menurut keputusan Presiden RI Nomor 62 tahun 1983
BIMAS adalah Bimbingan Massal yang merupakan perangkat terpadu dari kegiatan
penyuluhan pertanian disertai dengan penyediaan sarana produksi dan kredit
untuk menigkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi tanaman padi,
palawija, hortikultura, peternakan perikanan dan perkebunan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan petani, peternak, nelayan dan keluarganya.
Kegiatan KUD dalam menigkatkan produktivitas pertanian
erat berkaitan dengan kegiatan penyuluhan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari
hubungan kerjasama antara KUD dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).
Penyaluran kredit dan sarana produksi oleh KUD kepada petani merupakan
rangkaian kegiatan lanjutan dari kegiatan penyuluhan pertanian. PPL
menganjurkan penggunaan teknologi baru kepada para petani. Seiring dengan itu
KUD menyediakan dan menyalurkan sarana untuk produksi.
· Lembaga Penelitian
Hubungan kerjasama yang erat dan berkesinambungan antara
penelitian dan penyuluhan pertanian harus dianggap sebagai kepentingan yang
mendasar bagi pembangunan pertanian. Kegagalan menciptakan hubungan tersebut
dapat dianggap kegagalan untuk menyebar luaskan hasil penelitian. Pentingnya
hubungan tersebut bagi penelitian, penyuluhan pertanian, dan petani diuraikan
sebagai berikut.
ü Pentingnya
hubungan bagi penelitian, berkat terjalinnya hubungan dengan penyuluhan
pertanian, lembaga penelitian dapat dipastikan akan meneliti permasalahan yang
langsung bermanfaat bagi petani. Hal ini dpat memperlancar dukungan dana yang
memadai dan berkesinambungan dari pemerintah.
ü Pentingnya
hubungan bagi penyuluhan pertanian, penyuluh pertanian perlu menjalin hubungan
erat dan berkesinambungan dengan balai-balai penelitian agar para penyuluh
pertanian mengikuti rekomendasi yang mutakhir dari penelitian. Hubungan seperti
itu juga menjamin agar rekomendasi cukup teruji secara teknis, ekonomi maupun
sosial.
ü Pentingnya
hubungan bagi petani, petani adalah pihak yang paling banyak mendapat manfaat
dari adanya hubungan erat dan berkesinambungan antara penelitian dan
penyuluhan. Sebaliknya, petani adalah bagian penduduk yang paling dirugikan
bila hubungan tersebut tidak memadai.
Berdasarkan
hasilnya, lembaga penelitian sebagai sumber inovasi dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu lembaga penelitian dasar dan lembaga penelitian terapan. Hasil
penelitian lembaga penelitian dasar baik tingkat nasional maupun internasional
dapat secara langsung dimanfaatkan oleh lembaga penelitian terapan. Sedangkan
hasil penelitian lembaga penelitian terapan dapat secara langsung dimanfaatkan
secara langsung oleh penyuluh pertanian secara diversifikasi.
Selain
kedua lembaga sumber inovasi diatas, maka Universitas/ Institut mempunyai
kedudukan sebagai lembaga penelitian baik dasar, maupun terapan. Dalam
kegiatannya Universitas/ Institut dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga
penelitian dasar dan terapan, baik tingkat nasional maupun tingkat
internasional.
·
Instansi/
Lembaga Pemerintah Terkait
Untuk menigkatkan pendapatan dan kesejahteraannya para
petani memerlukan berbagai sarana dan pelayanan yang tersedia pada berbagai
instansi/ lembaga pemerintah terkait. Penyuluh pertanian dapat mengumpulkan
berbagai informasi mengenai sarana dan pelayanan yang tersedia pada instansi/
lembaga tadi, kemudian mengolah dan menyampaikannya kepada para petani. Untuk
medapatkan kredit dari lembaga perbankan umpamanya, penyuluh pertanian dapat
menyampaikan informasi apa tugas dan fungsi perbankan, pola pengkreditan yang
tersedia serta persyaratannya.
Contoh lainnya adalah kerjasama penyuluh pertanian dengan
pelayanan kesehatan. Masalah keseatan sering diakibatkan oleh buruknya gizi,
buruknya lingkungan dan kebiasaan yang tidak sehat. Penyuluh pertanian dan
instansi kesehatan dapat bekerjasama untuk meningkatkan produksi dan konsumsi
makanan yang diperlukan untuk memenuhi diet yang berimbang, lingkungan dan
kebiasaan yang sehat
Menurut Van Den Ban dan Hawkins (1999) peranan petani
dapat di mainkan oleh agen penyuluhan dan petani atau para wakilnya dalam
merencanakan program penyuluhan, disatu pihak tergantung pada pengetahuan dan
kecakapan kedua kelompok tersebut. Di lain pihak, tergantung pada hak-hak yang
dimiliki masing-masing kelompok untuk mengambil keputusan. Salah satu
pertimbangan mengenai hak ini adalah dampaknya pada motivasi penyuluh dan
petani untuk mencapai tujuan program.
Organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) semakin
besar peranannya dalam pembanguanan desa, dan pendidikan penyuluhan merupakan
salah satu alat kebijakannya. Organisasi tersebut sering menggunakan pendekatan
partisipatif dalam program penyuluhannya dan menawarkan kesempatan kepada
petani untuk berpartisipasi dalam merencanakan program penyuluhan
organisasinya. Meskipun demikian, diskusi mengenai peranan organisasi ini dalam
literatur masih agak membigungkan karena terdapat banyak ragam organisasi
swasta.
Menurut Hafsah (2009) sumber penyuluhan pertanian yaitu :
ü Pemerintah
ü Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM)
ü Koperasi
ü Lembaga
Penelitian
ü Perguruan
Tinggi
ü Petani
ü Perusahaan
Pihak dalam Evaluasi Program Penyuluhan
Berdasarkan pelukunya, evaluasi dibedakan menjadi
evaluasi internal dan evaluasi eksternal. Evaluasi internal dilakukan oleh
mereka yang langsung terlibat dalam perencanaan, penilaian, persetujuan,
pelaksanaan, pengawasan atau pengolahan sehari-hari proyek atau program.
Evaluasi eksternal bisa menggunakan sumber-sumber dari luar organisasi
pelaksana proyek atau program.
Evaluasi
internal biasa juga disebut evaluasi penampilan proyek sedang berjalan (Evaluation of ongoin project evaluation
performance) dengan hasilnya yang disebut project performance evaluation report disingkat PPER. Laporan ini
memuat, a) kemajuan proyek berupa output yang dihasilkan dan tujuan yang
diraih, b) analisis masalah yang dihadapi, c) rencana pembiayaan, output yang
akan dihasilkan dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama dua belas bulan
mendatang, dan d) saran-saran khusus mengenai upaya yang diperlukan untuk
menjamin tercapainya tujuan proyek. Untuk proyek perbantuan misalnya misalnya UNDP,
PPER merupakan materi pembahasan rapat tiga pihak (tripartile review meeting) antara pihak pemerintah (Bappenas),
instansi penanggung jawab proyek dan UNDP (Adjid 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Adjid.
2001. Penyuluhan Pertanian. Jakarta (ID): Yayasan Pengembangan Sinar Tani.
Hafsah,
MJ. 2009. Penyuluhan Pertanian Di Era Otonomi Daerah. Jakarta (ID): PT. Pustaka
Sinar Harapan.
Van Den
Ban, Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta (ID): PT Kanisius.
Teori Perubahan Berencana, Faktor Pendorong dan Penghambat
Teori Perubahan Berencana, Faktor Pendorong dan
Penghambat
Teori Perubahan Berencana
Kegiatan perubahan merupakan peranan
dari agen pembaharu yang bertugas memberikan informasi, dengan informasi yang
dimengerti oleh klain akan mengarahkan klien kepada pandangan atau prilaku baru
dengan demikian akan membimbingnya untuk mengadopsi nilai-nilai baru. Menurut
Schramm & Roberts (1971) peran komunikator dalam perkembangan sosial,
budaya dan ekonomi ialah: 1) memberikan informasi bahwa perlunya suatu
perubahan, perubahan yang akan terjadi setelah terealisasinya, alternatif dari
perubahan yang ada, cara untuk melakukan perubahan serta keuntungan setelah
melakukan perubahan, 2) membantu mempercepat terjadinya pengambilan keputusan
untuk suatu perubahan, dan 3) berperan dalam proses pengajaran sehingga terjadi suatu perubahan.
Perubahan terencana, berbeda dengan perubahan
yang kebetulan atau yang terjadi begitu saja, perubahan terencana itu adalah
perubahan yang merupakan hasil dari pemikiran yang baik dan sengaja untuk
membuat sesuatu terjadi. Perubahan terencana adalah aplikasi pengetahuan dan
keterampilan oleh seorang pemimpin untuk membawa perubahan. Jenis perencanaan
ini memerlukan keterampilan kepemimpinan dalam pemecahan masalah, pengambilan
keputusan, hubungan interpersonal, dan
kemampuan komunikasi.
Perubahan terencana terjadi karena
upaya oleh agen perubahan dengan sengaja untuk menggerakkan sistem. Perubahan
diimplementasikan perlahan setelah berkonsultasi dengan orang lain. Di beberapa
organisasi besar saat ini, tim multidisiplin individu, bertanggung jawab untuk
mengelola proses perubahan. Tim ini mengelola komunikasi antara pemimpin dan
mereka yang diharapkan untuk melaksanakan strategi baru (Johnson, 1998). Selain
itu, tim ini mengelola konteks perubahan dan hubungan emosional didalam
organisasi.
Kebanyakan penelitian mengenai
perubahan saat ini berdasarkan teori-teori perubahan klasik yang dikembangkan
oleh Kurt Lewin pada pertengahan 1990-an. Lewin (1951) mengidentifikasi tiga
tahap yang dilalui agen perubahan sebelum rencana perubahan menjadi bagian dari
sistem. Tahap ini meliputi unfreezing, movement, dan refreezing.
Pada tahap unfreezing (pencairan),
agen perubahan mencairkan kekuatan yang mempertahankan status. Unfreezing
diperlukan karena sebelum perubahan apapun dapat terjadi, orang harus percaya
bahwa perubahan itu diperlukan. Unfreezing terjadi ketika agen perubahan
memaksa anggota kelompok untuk berubah atau ketika timbul rasa bersalah,
kecemasan, atau perhatian. Untuk perubahan yang efektif, agen perubahan harus
telah membuat penilaian menyeluruh dan akurat mengenai tingkat dan minat dalam
perubahan, sifat dan kedalaman motivasi, dan lingkungan di mana perubahan akan
terjadi. Perubahan harus dilaksanakan hanya untuk alasan yang baik. Karena
manusia memiliki sedikit kontrol atas banyak perubahan dalam hidup mereka, agen
harus ingat bahwa orang perlu keseimbangan antara stabilitas dan perubahan di
tempat kerja.
Tahap kedua dari perubahan terencana
adalah movement (gerakan). Dalam gerakan, agen perubahan mengidentifikasi,
merencanakan, dan mengimplementasikan strategi yang tepat, memastikan bahwa
kekuatan pendorong melebihi kekuatan penahan. Bila mungkin, perubahan harus
dilaksanakan secara bertahap. Karena perubahan adalah suatu proses yang
kompleks, memerlukan banyak perencanaan dan waktu yang rumit. Menyadari,
menangani, dan mengatasi hambatan. Oleh karena itu, setiap perubahan harus
memberikan waktu cukup bagi mereka yang terlibat untuk sepenuhnya berasimilasi
dalam perubahan itu.
Fase terakhir adalah refreezing.
Selama fase refreezing, agen perubahan membantu dalam menstabilkan perubahan sistem
sehingga terintegrasi ke dalam status quo. Jika refreezing tidak lengkap,
perubahan tidak akan efektif dan perilaku sebelum perubahan akan dilanjutkan.
Agar refreezing terjadi, agen perubahan harus mendukung dan memperkuat upaya
adaptif individu dari mereka yang terkena dampak perubahan. Karena perubahan
membutuhkan setidaknya 3 sampai 6 bulan sebelum itu akan diterima sebagai
bagian dari sistem, perubahan tidak harus dicoba kecuali agen perubahan
berkomitmen sampai perubahan selesai. Refreezing tidak menghilangkan
kemungkinan perbaikan lebih lanjut dengan perubahan.
Menurut Rhenald Kasali (2007) perubahan
menuntut adanya lima perubahan sekaligus, sebagai berikut:
1.
Visi tentang arah masa depan (vision)
2.
Sketerampilan skills untuk mampu melakukan tuntutan-tuntutan
baru, keterampilan ini harus terus terus dipelihara ditumbuhkan dan
dikembangkan
3.
Insentif yang
memadai, baik langsung maupun tidak langsung, cash maupun tidak cash,
individual (berdasarkan kinerja perorangan) maupun kelompok (berdasarkan kinerja
kelompok atau unit kerja)
4.
Sumberdaya (resorces)
yang memudahkan ruang gerak dan pertumbuhan
5.
Rencana tindak (action plan) rencana tindak adalah bahan sencana melainkan sebuah
rangkaian tindakan yang diintegrasikan dalam langkah-langkah yang spesifik dan
terencana, tertulis dan dimengerti oleh semua pelaku yang terlibat.
Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan
Kekuatan yang mendorong sistem
mendekati perubahan adalah kekuatan pendorong, sedangkan kekuatan yang menarik
sistem menjauhi perubahan disebut kekuatan penghambat. Didalam model Lewin
menyatakan bahwa agar perubahan dapat terjadi, keseimbangan kekuatan pendukung
dan kekuatan penghambat harus diubah dengan meningkatkan kekuatan pendukung dan
menurunkan kekuatan penghambat.
Yang termasuk kekuatan pendorong
yaitu, keinginan untuk menyenangkan atasan, menghilangkan masalah yang
mempengaruhi produktivitas, dan untuk mendapatkan kenaikan gaji atau menerima
pengakuan. Yang termasuk kekuatan penghambat yaitu penyesuaian dengan
norma-norma, keengganan untuk mengambil resiko, dan ketakutan tanpa sebab.
Jadi, menciptakan ketidakseimbangan
didalam sistem dengan meningkatkan kekuatan pendorong dan menurunkan kekuatan
penghambat adalah salah satu tugas dari agen perubahan. Banyak faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan dari perubahan terencana. Banyak ide
bagus tidak pernah terwujud karena waktu yang buruk atau kurangnya kemampuan
dari agen perubahan. Sebagai contoh, antara organisasi dan individu cenderung
menolak pihak luar sebagai agen perubahan karena mereka dianggap memiliki
pengetahuan atau keahlian yang kurang dan motif mereka sering tidak dipercaya.
Kekuatan yang mempengaruhi perubahan,
yaitu:
1.
Kekuatan pendorong (motivational
forces) yang bersumber
dari:
a.
dari ketidak puasan terhadap situasi
yang ada
b.
adanya pengetahuan Dekrepansi/gap
c.
adanya tekanan dari luar (kompetisi,keinginan untuk
adaptif)
2.
Kekuatan
bertahan (resistant forces) bagi masyarakat yang:
a.
menentang segala macam bentuk perubahan
b.
menentang tipe perubahan tertentu saja
c.
sudah puas dengan keadaan yang ada
d.
beranggapan bahwa sumber
perubahan tersebut tidak tepat
e.
keanggotaan/ tidak tersedianya sumberdaya yang
diperlukan untuk perubahan.
3.
Kekuatan pengganggu (interfering forces) yang
bersumber:
a.
dari kekuatan dalam masyarakat yang
bersaing untuk dapat
dukungan
b.
kekompleksan perubahan, berakibat lambatnya acceptance
c.
keanggotaan sumberdaya yang
diperlukan (pengetahuan, tenaga ahli, dst) (Cicilia 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Cicilia.
2011. Perubahan Terencana. diunduh
(26 februari 2016).
http://bangeud.blogspot.co.id/2011/09/perubahan-terencana.html
Kasali
Rhenald. 2007. RE-Code Your Chang DNA.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lewin K.
1951. Field Theory in Social Science.
New York Harper USA: Selected Theoretical Papers.
Robbins,
Stephern P. 2001. Organization Behavior,
Concepts, Controversies, and Application. Jakarta: Seventh Edition,
Englewood Cliffs dan PT. Prenhallindo.
Langganan:
Postingan (Atom)