PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sudah sejak
lama mengenal istilah penyuluhan. Masyarakat pedesaan yang mayoritas petani sangat
kental dan akrab dengan petugas penyuluh lapangan (PPL) yang secara umum
dibidang pertanian. Antar mereka terjadi suatu komunikasi dan interaksi dalam rangka sharing informasi,
ide-ide baru atau keterampilan. Masyarakat petani tentunya sangat merasakan manfaat
dari proses penyuluhan tersebut sebagai upaya peningkatan kualitas hidup
mereka.
Kita sadar bahwa setiap individu
mempunyai keinginan-keinginan atau kebutuhan. Keinginan atau kebutuhan yang
mereka rasakan tentunya berharap untuk dapat diwujudkan. Dengan terwujudnya
keinginan atau terpenuhinya kebutuhan, maka individu tersebut akan merasakan
kepuasan. Namun demikian, upaya pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keinginan
pada individu tidak mungkin dapat dilakukan sendiri tanpa ada keterlibatan dari
individu atau pihak lain.
Penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan
memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya petani/nelayan melalui proses pembelajaran
petani/nelayan diharapkan mampu mengakses informasi teknologi, permodalan, pasar dan informasi
lain sesuai kebutuhan sehingga dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan akhirnya bermuara kepada peningkatan kesejahteraan
hidup manusia bangsa Indonesia,
dimana sebagian besar menggantungkan hidupnya dari hasil
pertanian Penyelenggaraan penyuluhan pertanian diupayakan agar
tidak menimbulkan ketergantungan
petani kepada penyuluh, akan tetapi diarahkan untuk mewujudkan
kemandirian petani dengan memposisikannya sebagai wiraswasta
agribisnis, agar petani dapat
berusahatani dengan baik dan hidup layak berdasarkan sumberdaya lokal yang ada
disekitar petani. Hal ini membutuhkan kinerja penyuluh
pertanian yang terintegrasi pada pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian
dalam merencanakan, mengorganisasikan,
dan mengevaluasi program penyuluh pertanian (Muhammad Ikbal Bahua
dkk (2010).
Undang-undang
No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam
Undang-undang Republik Indonesia telah mengamanatkan bahwa
penyuluhan sebagai bagian untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan
umum, mengurangi kemiskinan dan pengangguran, peningkatan daya saing
ekonomi nasional dan untuk menjaga kelestarian
sumberdaya pertanian yang tangguh.
Bertitik tolak dari UU tersebut,
maka revitalisasi penyuluhan pertanian merupakan salah satu strategi yang memecahkan permasalahan yang dihadapi dibidang pertanian saat ini.
Revitalisasi penyuluhan pertanian bertujuan untuk menumbuhkembangkan kemampuan daerah dalam mengelola urusan penyuluhan
pertanian yang kini sudah diserahkan
ke pihak pemerintah daerah.
Mewujudkan
revitalisasi pertanian perlu adanya dukungan sumberdaya manusia berkualitas yang mandiri,
profesional, berjiwa wirausaha, mempunyai dedikasi, budaya kerja, disiplin dan moral yang tinggi serta
berwawasan global. Peranan
kelompoktani (Poktan) dan Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) di Wilayah Binaan (Wilbi) Penyuluh Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan mejadi faktor
kunci
akses mengakses kepentingan
petani
sehingga dapat lebih dalam mengimplementasikan kebijakan
pembangunan pertanian.
Kelembagaan
yang bertanggungjawab dalam membina petani/kelompoktani mulai
dari tingkat provinsi secara umum diserahkan kepada
Badan Koordinasi, ditingkatkan Kabupaten Badan pelaksana dan dikecamatan Balai Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan namun wadah ditingkat kabupaten/kota nomen klatur
penamaan
penyelenggaraannya belum seragam, Sebagai aparat pembina
yang berhubungan langsung dengan
petani adalah penyuluh pertanian baik Penyuluh PNS/CPNS maupun
penyuluh pertanian Tenaga Harian Lepas (THL-TB), penyuluh
swadaya, dan penyuluh swata.
Rumusan Masalah
Masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah bagaimana Komunikasi dalam
Penyuluhan (Proses Penyampaian Informasi Pertanian di Provinsi Jambi).
Tujuan Penulisan
Makalah
ini ditulis dengan tujuan untuk memaparkan tentang Komunikasi dalam Penyuluhan
(Proses Penyampaian Informasi
Pertanian di Provinsi Jambi).
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi dalam Penyuluhan
Penyuluhan adalah suatu
proses penyampaian pesan atau informasi kepada sasaran penyuluhan agar mereka
tau, mampu dan mau untuk melakukan perubahan dalam rangka perbaikan kualitas
hidupnya. Mengingat adanya unsur penyampaian pesan, maka komunikasi mempunyai
peranan penting dalam proses penyuluhan. Pesan yang akan disampaikan melalui
penyuluhan adalah merupakan muatan materi-materi berupa kebijakan pemerintah,
ilmu pengetahuan, keterampilan atau inovasi-inovasi yang selaras dengan
keinginan atau kebutuhan dari masyarakat sasaran penyuluhan.
Agar
pesan tersebut dapat diterima dengan baik oleh sasaran penyuluhan dalam hal ini
masyarakat, maka perlu dilakukan komunikasi secara baik pula. Komunikasi
berjalan dengan baik, bila tidak terdapat gangguan atau hambatan (noise). Jika
terdapat gangguan sekecil apapun dalam proses komunikasi, maka hal tersebut
akan berdampak pada kualitas penerimaan pesan atau materi penyuluhan.
Komunikasi yang baik ini dapat dikatakan
sebagai komunikasi yang efektif. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan
oleh Totok Mardikanto (2010) bahwa
komunikasi pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi sosial antar dua
pihak (individu) atau lebih. Komunikasi dapat pula diartikan sebagai proses
penyampaian informasi atau ide-ide antar sesama warga masyarakat.
Penyuluhan
dikatakan berhasil, jika terjadi suatu interaksi antara petugas penyuluhan
(komunitaor) dengan sasaran penyuluhan (komunikan) dan adanya dampak
perubahan perilaku baik itu pengetahuan,
keterampilan dan juga sikap. Perubahan perilaku yang diharapkan dalam proses
penyuluhan tersebut adalah bertambahnya wawasan pengetahuan, dikuasainya keterampilan
dan tentunya diharapkan pula adanya kemauan untuk melakukan perubahan sesuai
dengan pengetahuan dan keterampilan yang telah didapat.
Keberhasilan
kegiatan penyuluhan tidak dapat diukur dengan sesaat, karena hal ini menyangkut
masalah sikap. Pengetahuan dan keterampilan mungkin dapat dengan mudah
meningkat atau dikuasai. Namun, untuk menumbuhkan rasa mau melakukan perubahan
sikap atas dasar pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai sangatlah
membutuhkan waktu. Cepat atau lambat proses perubahan tersebut, hal ini
tentunya sangat berhubungan dengan
persepsi dari masing-masing sasaran penyuluhan dalam penerimaan materi atau
pesan penyuluhan yang dikomunikasikan.
Komunikasi
dalam proses penyuluhan akan menjadi efektif,
jika didukung oleh berbagai hal, antara lain sebagai berikut :
1.
Kesesuaian materi dengan kebutuhan
riil.
Kebutuhan
riil dari masyarakat sasaran penyuluhan menjadi hal yang sangat penting untuk
diperhatikan. Jika informasi materi yang akan disampikan sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh masyarakat sasaran, maka antusias atau motivasi dari sasaran
untuk mengikuti penyuluhan menjadi tinggi dan upaya untuk menerima informasi
pun juga tinggi.
2.
Suasana kondusif atau menyenangkan
Suasana
yang kondusif atau menyenangkan akan mampu memberikan energi positif bagi
masyarakat sasaran untuk menerima pesan atau informasi secara lengkap dengan
baik. Masyarakat sasaran tidak akan merasa bosan atau jenuh untuk mengikuti
proses penyuluhan.
Suasana
yang demikian ini tentunya sangat dipengaruhi oleh individu penyampai pesan,
lembaga atau dapat juga dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah.
3.
Sarana Komunikasi
Kita
tau bahwa di era modernisasi saat ini, masyarakat tidak awam lagi dengan alat
komunikasi praktis yaitu handphone.
Mulai dari anak-anak sampai dengan orang tua, baik masyarakat desa maupun
perkotaan serba punya handphone. Semakin lengkapnya fasilitas pada handphone,
orang akan selalu penasaran untuk menggunakannya baik permainan (games) maupun
browsing informasi. Artinya bahwa handphone menjadi barang yang sangat menarik,
menyenangkan dan mengasyikkan bahkan mampu menggeser peran radio dan televisi.
Hal yang demikian harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam proses
penyuluhan sehingga komunikasi akan lebih efektif.
4.
Budaya masyarakat
Budaya
masyarakat setempat tidak bisa kita abaikan dalam proses penyuluhan. Dengan
diketahuinya budaya masyarakat sasaran penyuluhan, maka dapat ditentukan pola
komunikasi yang bagaimana yang harus diterapkan dalam proses penyuluhan
tersebut. Budaya masyarakat di Papua sangat berbeda dengan di Jawa Tengah,
berbeda pula dengan yang di Kalimantan. Hal ini menjadi pemikiran bagi
penyampai pesan dalam menentukan pola komunikasi yang dipilih sesuai dengan
budaya masyarakat setempat di masing-masing daerah sehingga diharapkan
komunikasi yang terbangun dalam proses penyuluhan tersebut akan lebih efektif.
Komunikasi
yang efektif adalah sesuatu yang sangat penting dalam proses interaksi antar
manusia. Dalam komunikasi, tentunya pesan yang akan disampaikan dan supaya bisa
diterima dengan baik oleh lawan komunikasi kita atau orang lain diperlukan
suatu pemahaman yang saling menyenangkan. Hal ini berpengaruh pada perasaaan
masing-masing individu manusia, yang berdampak pada suatu penerimaan atau
penolakan terhadap pesan yang disampaikan. Jika pesan ditolak, maka dapat
dikatakan gagal dalam berkomunikasi. Komunikasi yang telah dilakukan dapat
dibilang tidak efektif. Komunikasi yang efektif menurut Stewart L Tubbs dan
Sylvia Moss dalam Rakhmat, J (2012) paling tidak menimbulkan lima hal :
pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan
tindakan.
Jika kita merujuk kepada
masing-masing definisi, baik penyuluhan dan juga pembangunan bahwa semuanya
adalah merupakan suatu proses perubahan yang dengan tujuan untuk tercapainya
kesejahteraan atau meningkatkan kualitas hidup. Penyuluhan ini sangatlah
bermakna dalam menunjang pembangunan. Melalui program penyuluhan yang jelas,
maka keberhasilan untuk mencapai tujuan pembanguan akan lebih cepat.
Pengertian
Penyuluhan
Secara
harfiah, penyuluhan berasal dari kata suluh yang berarti obor ataupun alat
untuk menerangi keadaan yang gelap. Dapat diartikan penyuluhan dimaksudkan
untuk memberikan penerangan ataupun penjelasan kepada mereka yang disuluhi,
agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai masalah tertentu. Hakekatnya
penyuluhan adalah suatu kegiatan komunikasi. Proses yang dialami mereka yang
disuluh sejak mengetahui, memahami, meminati, dan kemudian menerapkannya dalam
kehidupan yang nyata adalah suatu proses komunikasi. Jadi untuk tercapainya
hasil penyuluhan yang baik, sangat dibutuhkan komunikasi yang baik. Seperti
halnya suatu komunikasi akan berhasil ketika kedua belah pihak sama-sama siap
untuk itu, demikian pula dengan penyuluhan. Dalam suatu kegiatan penyuluhan
diperlukan perencanaan yang matang. Persiapan dan perencanaan dilakukan dengan
menyusun sebuaah desain komunikasi penyuluhan.
Melihat
bentuk dan tujuannya maka penyuluhan merupakan wujud konkrit dari komunikasi
pembangunan suatu bidang yang berkembang pesat sejak penghujung dekade 60-an.
Dalam arti luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi
(sebagia suatu aktifitas pertukaran pesan secara timbal balik) antara semua
pihak yang terlibat dalam pembangunan, terutama antara masyarakat dan
pemerintah, sejak dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap
pencapaian hasil pembangunan. Sedangkan dalam arti sempit, komunikasi
pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan,
dan keterampilan-keterampilan pembangunan dari pihak yang memprakarsai
pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas.
Penyuluhan
diartikan sebagai usaha menyebarluaskan dan mendidikkan ide-ide dan cara-cara
baru untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Latar belakang dan
konsep-konseo komunikasi pembangunan banyak dijadikan sebagai acuan dalam
penyuluhan, terutama penyuluhan pertanian. Hal-hal pokok yang digmbarkan dalam
desain komunikasi penyuluhan adalah seperti berikut:
a. Masalah yang
dihadapi
b. Siapa yang
akan disuluh
c. Apa
tujuanyang hendak dicapai dari setiap kegiatan penyuluhan
d. Pendekatan
yang dipakai
e. Pengembangan
pesan
f. Saluran yang
digunakan
g. Sistem
evaluasi yang “ telah terpasang” atau “built-in” di dalam rencana keseluruhan
kegiatan yang dimaksud.
Proses Penyuluhan
Sebagai
suatu proses, Harjosarosa (1981)
menyatakan bahwa sebuah sistem terdiri dari unsur-unsur yang disebut
sub-sistem, yang meliputi: input, proses, output (hasil), dan outcome perubahan
perilaku melalui pendidikan, dapat dipandang sebagai suatu sistem yang oleh
Jiyono (1971) diuraikan seperti tersebut dalam Gambar 1.
Gambar
1. Sistem Penyuluhan Pertanian
Sebagai
Proses Pendidikan Tentang hal ini, dalam kegiatan penyuluhan pertanian, yang
dimaksud dengan:
1.
Bahan
baku, adalah (calon) penerima manfaat yang terdiri dari semua pemangku
kepentingan (stakeholders) kegiatan penyuluhan pertanian, seperti: petani dan
keluarganya, tokoh masyarakat, pelaku bisnis (pengadaan sarana produksi,
peralatan dan mesin pertanian, pengolahan hasil dan aneka jasa yang lain, serta
aparat pemerintah dan para penyuluhnya sendiri.
2.
Input
instrumental, yang mencakup penyuluh atau fasilitator, materi penyuluhan,
perlengkapan penyuluhan, dan programa penyuluhan.
3.
Input
lingkungan, baik lingkungan fisik, sarana prasarana, kelembagaan, dan
lingkungan sosial di tempat penyelenggaraan penyuluhan maupun lingkungan asal
penerima manfaat penyuluhan,
4.
Proses,
yang merupakan keseluruhan kegiatan penyelenggaraan penyuluhan,
5.
Hasil,
yang berupa perubahan perilaku penerima manfaat, sedang
6.
Dampak
dan manfaat, yaitu semua dampak dan manfaat kegiatan penyuluhan, yang berupa
perubahan ekonomi, sosial, politik
maupun lingkungan fisik penerima manfaat seperti: kenaikan produksi dan
pendapatan, perbaikan dan efektivitas kelembagaan, perbaikan dan pelestarian
sumberdaya-alam dan lingkungan hidup, kepastian hukum, perbaikan indek mutu
hidup, mening-katnya kemandirian, dll.
Proses
penyuluhan pertanian, oleh Lionberger dan Gwin (1991) juga dipandang sebagai
suatu proses alih-teknologi (technology transfer).Di dalam proses
alih-teknologi, terdapat beragam fungsi, yang mencakup: pengelolaan kebijakan,
modal usaha, penelitian dan pengembangan dan penyuluhan (Jedlicka, 1977).
Selain itu, juga dibutuhkan fungsi penelitian, penyuluhan dan penggunaan
inovasi (Havelock, 1969; Maunder, 1978; dan Tjitropranoto, 1990). Lionberger dan Gwin (1982) menambahkan
pentingnya fungsi pelayanan, dan Mubyarto (1983) menyebut pentingnya pengaturan
dan koordinasi, sedang Korten dan Klaus (van den Ban, 1983) menambahkan
pentingnya fungsi produksi dan fungsi pemasaran.
Dalam
praktek, kegiatan penyuluhan pertanian, dapat dilihat sebagai bagian atau
sub-sistem penyuluhan pembangunan dalam arti luas. Ini berarti bahwa, kegiatan penyuluhan
pertanian perlu dipadukan dan diselaraskan dengan kegiatan penyuluhan
pembangunan yang lain, seperti: penyuluhan kehutanan, penyuluhan perikanan,
penyuluhan kesehatan dan gizi, keluarga berencana, koperasi, transmigrasi, dll.
Hal ini perlu dipahami oleh semua pemangku kepentingan penyuluhan pembangunan,
karena menurut catatan Sutadi (1990), di tingkat pedesaan terdapat tidak kurang
dari 13 jenis kegiatan penyuluhan.
Sehingga, jika tidak dapat dikoordinasikan dengan baik akan memunculkan
masalah sebagaimana yang pada 40 tahun yang lalu telah dikhawatirkan oleh
Soejitno (1968).
Tugas dan Peran Penyuluh sebagai agen
perubahan
Dari
segi suatu disiplin ilmu, Margono Slamet (2003) menyatakan bahwa ilmu
penyuluhan pembangunan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana
pola perilaku manusia pembangunan terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat
berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya
dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan
menjadi lebih baik.
Penyuluh
bisa dipandang sebagai agen perubahan (change agent) yang merupakan seorang
profesional yang mempengaruhi sasaran penyuluhan untuk mengadopsi suatu inovasi
agar sesuai dengan tujuan penyuluhan sebagaimana diharapkan. Dalam pandangan
Rogers (1969) fungsi dari penyuluh sebagai agen perubahan diantaranya yaitu
menjembatani antara dua sistem, yaitu sistem sosial masyarakat sasaran dan
sistem pemerintah yang menyelenggarakan pembangunan (penyuluhan). Penyuluh
harus bisa mengkomunikasikan antara kebijakan pembangunan pemerintah sebagai sebuah
inovasi yang disampaikan kepada sasaran, dan kebutuhan masyarakat sasaran serta
umpan balik dari sasaran atas program yang mereka terima. Keberhasilan penyuluh
dalam menjembatani kedua sistem tersebut tergantung dari sejauhmana proses
perubahan secara terencana itu dilaksanakan.
Menurut
Chamala dan Singi (1997), penyuluhan pada masa lalu lebih menekankan kepada
transfer teknologi, dimana penyuluh di pedesaan menyampaikan teknologi dari
stasiun penelitian kepada para petani dengan menggunakan pendekatan individu,
kelompok dan metode mass media. Kemudian penyuluhan berkembang menjadi peran
sebagai pengembangan teknologi, dengan menjadi jembatan penghubung antara riset/
penelitian dengan kebutuhan kelompok komunitas sasaran dan membantu
memfasilitasi pengembangan teknologi yang sesuai. Pendekatan tersebut semuanya
tidak terlepas dari adanya kelompok petani. Beberapa peran penyuluhan bisa
dirumuskan untuk membantu anggota komunitas pedesaan mengorganisir dirinya, dan
difokuskan menjadi empat peran yaitu sebagai berikut :
1.
Peran
pemberdayaan. Peran pemberdayaan terhadap petani sasaran merupakan pendekatan
baru dari penyuluhan. Penyuluh perlu mengembangkan landasan filosofis yang baru
dimana peran mereka adalah untuk membantu petani dan penduduk pedesaan mengorganisir
dirinya dan mengambil tanggungjawab terhadap pertumbuhan dan pengembangannya.
Makna pemberdayaan berarti menjadikan mereka mampu agar mereka mempunyai
inisiatif. Bagi para penyuluh di pedesaan, memberdayakan adalah tindakan
membantu komunitas untuk membentuk, mengembangkan, dan meningkatkan daya dan
kemampuannya melalui kerjasama, berbagi dan bekerja bersama.
2.
Peran
pengorganisasian komunitas. Tenaga penyuluh di pedesaan harus belajar
prinsip-prinsip pengorganisasian komunitas dan keterampilan manajemen kelompok
agar supaya bisa membantu komunitas terutama golongan miskin untuk
mengorganisasikan dirinya dalam pembangunan. Pemahaman tentang struktur,
norma-norma, aturan dan peran dalam kelompok akan membantu pemimpin kelompok
untuk merencanakan, menerapkan dan memonitor program-program.
3.
Peran
pengembangan sumber daya manusia. Pendekatan pengembangan sumber daya manusia
akan memberdayakan masyarakat sasaran dan memberikan makna.
4.
Peran
pemecahan masalah dan pendidikan. Pemecahan masalah adalah peran yang penting,
namun peran ini sedang berubah dari menyediakan pemecahan masalah teknis
menjadi peran untuk memberdayakan organisasi petani dalam memecahkan
permasalahan mereka sendiri. Hal ini bisa dicapai dengan membantu mereka untuk
mengenali permasalahan dan menemukan jawaban yang tepat dengan melakukan
kombinasi antara pengetahuan lokal dengan teknologi yang ada dengan
memanfaatkan sumber daya mereka secara tepat.
Menurut
Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan menyebutkan; fungsi sistem penyuluhan meliputi
1.
memfasilitasi
proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;
2.
mengupayakan
kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi,
dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya
3.
meningkatkan
kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku
usaha
4.
membantu
pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan rganisasinya menjadi
organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, enerapkan tata kelola
berusaha yang baik, dan berkelanjutan
5.
membantu
menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang
dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha
6.
menumbuhkan
kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan
7.
melembagakan
nilai -nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju
dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan
Tugas utama agen perubahan (baca;
penyuluh) dalam melaksanakan difusi inovasi (Rogers dan Shoemaker, 1971) yaitu:
a. Menumbuhkan
keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan
b. Membina suatu
hubungan dalam rangka perubahan
c. Mendiagnosa
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
d. Menciptakan
keinginan perubahan di kalangan klien
e. Menerjemahkan
keinginan perubahan dan mencegah terjadinya drop-out Mencapai suatu
terminal hubungan.
Pentahapan Langkah Agen Perubahan
|
Gambar
2. Pertahapan Langkah Agen Perubahan
Langkah-langkah
pelaksanaan tugas tersebut dapat dilihat dalam diagram berikut : Pertama-tama
dari seorang agen perubahan diharapkan suatu peran pemrakrasa atau pengambil
inisiatif, dari perubahan sosial ditempat ia akan mendifusikan inovasi.
Mula-mula kegiatannya adalah menumbuhkan keinginan di kalangan kliennya untuk
melakukan perubahan dalam kehidupan mereka.Perubahan yang dimaksud tentu saja
perubahan dari keadaan yang ada sekarang menuju ke situasi yang lebih baik.
Setelah keinginan itu tumbuh, maka agen perubahan menjalin hubungan baik dengan
kliennya.Hubungan yang dimaksud adalah suatu kontak yang mengandung saling
percaya, kejujuran, dan empathi.Sebab unutk menerima suatu inovasi,
pertama-tama klien harus dapat menerima si agen perubahan itu sendiri terlebih
dahulu.
Langkah
berikutnya adalah melakukan diagnosa terhadap kebutuhan masyarakat yang hendak
dibantunya.Diagnnosa ini harus benar-benar bertitiktolak dari pandangan
masyarakat tersebut, dan bukan cuma dari kacamata si agen. Untuk itu dituntut
kemampuan empathi, yaitu menempatkan diri pada kedudukan masyarakat yang akan
dibantu. Sesudah melakukan diagnosa, kemudian agen perubahan harus menciptakan
hasrat yang serius untuk berubah di kalangan klien.Arti perubahan disini bukan
sekedar “berubah” namun benar-benar untuk kepentingan klien yang
bersangkutan.Hasrat yang serius ini selanjutnya diterjemahkan menjadi tindakan
ataupun perubahan yang nyata. Agen perubahan mempengaruhi perilaku klien
(membuat mereka melakukan atau bertindak)
menurut rekomendasi-rekomendasi yang diajukannya ssetelah menganalisa
kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
Langkah & Strategi Penyampaian Penyuluhan
pembangunan
Strategi
komunikasi pembangunan akan berdampak positif apabila tujuan program
pembangunan dapat tercapai dan perubahan perilaku khalayak sasaran sebagai
tujuan akhir dapat diamati dan diukur. Pencapaian tujuan tersebut, menurut
Hubies, A.V., et al (1995) harus dicirikan dengan : (1) timbulnya kesadaran
masyarakat untuk memahami manfaat inovasi, (2) perwujudan tindakan kongkret masyarakat
dalam bentuk mengadopsi inovasi tersebut, dan (3) timbulnya sumberdaya manusia
yang berkualitas sebagai akibat adopsi inovasi.
Kriteria
keberhasilan beragam strategi komunikasi pembangunan perlu dikaitkan dengan
kekhasan tiap inovasi pembangunan. Kriteria tersebut tidak hanya mengukur
keberhasilan atau kegagalan khalayak sasaran dalam nenerapkan inovasi, tetapi
juga kesuksesasn dan kegagalan pelaku komunikasi pembangunan dalam mengalihkan
informasi pembangunan dalam keterpaduan. Kriteria keberhasilan strategi
komunikasi pembangunan dari sudut khalayak sasaran dicirikan oleh hal-hal
sebagai berikut (Hubies, A.V., et al, 1995) : (1) adanya unsure pemahaman,
kepedulian, dan kemampuan masyarakat dalam menyeleksi dan menerapkan beragam
inovasi, (2) komitmen dan kesepakatan aktif untuk meningkatkan kesuksesan
beragam dimensi program pembangunan, dan (3) kehidupan yang lebih baik.
PEMBAHASAN
Komunikasi dalam Penyuluhan (Proses Penyampaian
Informasi Pertanian di Provinsi Jambi)